PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Menurut World Comission on Environment and Development (WCED) tahun 1987, yang dimaksudkan dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu pola pembangunan yang bertujuan untuk mencukupi / memenuhi kebutuhan generasi penduduk masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk mencukupi/memenuhi kebutuhannya (Haughton G., 1996:16)
“sustainable development is a pattern of development that meets the needs of the present generation without jeopardizing the ability of the future generations to meet their own needs”
Kerangka acuan yang dikemukakan oleh PBB ini diharapkan dimanfaatkan oleh semua Negara di dunia dalam merumuskan pola pembangunannya di segala bidang. Di dalamnya mengandung empat dimensi yang harus selalu diikuti karena menetukan apakah sesuatu pola pembangunan dapat dianggap sustainable atau tidak. Dimansi yang pertama adalah: intra generation dimention, kedua adalah inter generation dimention, ketiga adalah intra frontier dimention, dan dimensi keempat adalah inter frontier dimention (Yunus, 2004). Selanjutnya diungkapkan bahwa sintesis upaya pemenuhan kebutuhan generasi sekarang dalam koridor tanpa mengancam kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya dapat dituangkan dalam keseimbangan antara 3 matra pembangunan yaitu keseimbangan pembangunan:
Ekonomi, Social, danLingkungan,
Selanjutnya ketiga unsur tersebut,, dapat dirinci ke dalam 5 strategi, yaitu:
a) Pemanfaatan energi dan pemeliharaan kualitas udara.
Strategi ini menekankan pada penghematan energi baik untuk rumah tangga dan industri dengan tujuan menekan selama mungkin cadangan/persediaannya sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang.
b) Pemanfaatan lahan dan ruang terbuka hijau di kota
Upaya sistematik dan terstruktur dalam pemanfaatan lahan dan ruang terbuka hijau harus dilaksanakan secara terintegrasi dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh masyarakat, akademisi, dan LSM. Upaya konservasi dan preservasi lahan pertanian yang masih tersisa, perluasan jalur hijau. Karena pemanfaatan lahan di perkotaan adalah untuk permukiman, maka tidak berlebihan jika memberikan perhatian yang paling besar, karena kualitas hidup manusianya sangat tergantung pada kondisi tempat tinggal dimana mereka menyelenggarakan kehidupannya.
c) Pemanfaatan air, bahan bangunan, dan pemanfaatan limbah
Penghematan pemanfaatan air bersih menjadi salah satu program utama dalam upaya mencapai livable city. Dikhawatirkan pula terjadinya gejala semakin menurunnya kualitas air tanah di kota akibat makin dekatnya kantong limbah cair maupun padat. Penanganan limbah padat maupun cair dari industri maupun permukiman harus dilaksanakan sampai pada taraf pencegahan pembuangan limbah sebelum diolah ke sungai atau ke laut.
d) Kebijakan bidang transportasi.
Upaya mensosialisasikan pemanfaatan sarana transportasi bebas polusi seperti sepeda (jarak dekat) perlu dilaksanakan. Moda transportasi massal sudah harus dipikirkan secara matang dan ditindaklanjuti sehingga orang tertarik dengan sarana tersebut.
e) Kesehatan, Kenyamanan, Ketenteraman, dan Ketenangan hidup.
Strategi ini terkait dengan visi kota yang terkenal yaitu vision of livability, human amenities and health. Upaya peningkatan taraf hidup penduduk, pendidikan, penekanan tindak criminal, perbaikan dan penyediaan perumahan khususnya untuk golongan masyarakat miskin di kota harus mendapat perhatian yang besar dari pemerintah.
Salah satu konsep utama yang telah dihasilkan oleh KTT Bumi yang diikuti oleh beberapa pemimpin negara-negara adalah konsep pembangunan berkelanjutan atau sustainable development (State Ministry of Environment, Darminto, 2003; Salim, 2003). Pokok dari konsep ini adalah adanya keseimbangan antara kelestarian lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan manfaat sosial. Pembangunan ekonomi harus tetap memberikan manfaat sosial serta tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam. Baer (1997) dalam artikelnya General Plan Evaluation Criteria: An Approach to Making Better Plans, demikian pula Berke & Conroy (2000) dalam artikel Are we planning for sustainable development, keduanya menjelaskan bahwa perencanaan kota dan wilayah tidak boleh berhenti ketika dokumen perencanaan tata ruang kota selesai disusun. Dokumen belaka tidak ada artinya bila tidak dilanjutkan tahap implementasi serta pengendaliannya. Pernyataan ini memperkuat bahwa evaluasi pada tahap implementasi sangatlah penting.
Kota Berkelanjutan (Sustainable City)
Suatu hal yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mengaplikasikan ide sustainable development ke dalam suatu rancangan kota, sehingga muncul visi sustainable city. Secara umum tujuan dari pada kota yang berkelanjutan adalah untuk mencapai pembangunan yang seimbang dari 3 matra pembangunan berkelanjutan yaitu principle of inter-generational equity, principle of social justice, dan principle of transfrontier responsibility (Haughton, G., 1996). Inti dari ketiga perinsip tersebut masing-masing melipti pembangunan lingkungan, pembangunan sosial, dan pembangunan ekonomi. Apabila ketiga matra tersebut dianggap sebagai kutub-kutub sasaran, maka antara kutub-kutub yang ada akan dikaitkan oleh hubungan fungsional yang disebut link. Ketiga matra ini saling terkait satu sama lain, dan keterkaitannya akan menelorkan paduan tertentu yang mencerminkan perpaduan antar ketiganya.
Hubungan antara kutub ekonomi dan kutub lingkungan akan menelorkan azas konservasionisme (conservasionism principles). Azas ini ini bertujuan untuk selalu mengedepankan pertimbangan-pertimbangan ekonomi dalam setiap upaya pemanfaatan sumberdaya lingkungan, baik lingkungan biotik, abiotik, maupun sosio-kultural. Penghematan pemanfaatan aset-aset wilayah menjadi pertimbangan utama agar keberadaan aset wilayah tidak hanya dapat dinikmati oleh generasi masa kini, tetapi juga generasi masa yang akan datang. Pemanfaatan aset wilayah atau sumberdaya wilayah harus dilaksanakan secara optimal dan bukan maksimal.
Hubungan antara kutub ekonomi dan kutub sosial akan memunculkan komitmen pengembangan masyarakat dan ekonomi (community and economic development principles). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa selama ini tidak semua warga kota telah menikmati sumberdaya yang ada secara adil. Fakta memperlihatkan bahwa masyarakat miskin paling sedikit menikmati sumberdaya yang ada, sementara masyarakat yang berstatus sosial-ekonomi yang tinggi jauh lebih banyak menikmati sumberdaya kota. Kepincangan struktural seperti ini selayaknya menjadi prioritas pemecahan, sehingga dari segi ekonomi dan sosial akan tercapai kesejahteraan yang meningkat, merata dan berkeadilan.
Hubungan antara kutub sosial dan kutub lingkungan akan memunculkan penjiwaan komitmen perilaku yang selalu mendasarkan tindakannya atas pertimbangan-pertimbangan ekologis (deep ecological or utopianism principles). Dalam hal ini, penduduk akan memiliki rasa untuk selalu meningkatkan dan paling tidak mempertahankan keaslian lingkungan alam, seperti adanya kesadaran untuk tidak menebang pohon, dan sebaliknya justru memiliki kepedulian untuk memelihara atau menanam pohon baru. Penduduk tidak akan membuang sampahnya secara sembarangan karena mereka sadar akan dampak negatif sampah akan lingkungan seperti banjir, penyakit menular, estetika lingkungan/kota, dan lain-lain. Penekanan pengembangan masyarakat adalah meningkatkan rasa percaya pada kemampuan diri sendiri dalam setiap pemecahan masalah, pemenuhan berbagai kebutuhan pokok masyarakat, mengusahakan tercapainya kesetaraan, menjamin partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan konsep participatory planning, selalu mengutamakan tranparansi , akuntabilitas, serta pemanfaatan teknologi tepat guna dalam menunjang pembangunan.
Dalam rangka mencapai visi sustainable city kiranya masih perlu ada sorotan spesifik yang terkait dengan masalah teknologi, masalah organisasi dan masalah pendanaan, karena ketiganya mempunyai peranan yang menentukan tercapainya visi di atas. Khususnya di negara berkembang ketiga hal tersebut menjadi permasalahan besar yang jauh lebih sulit untuk dipecahkan dibandingkan dengan negara maju yang teknologinya telah maju, organisasi sosialnya lebih mantap, serta kemampuan finansialnya cukup mampu mendanai setiap program pembangunannya. Dari titik tolak inilah kemudian muncul ide prisma pentagon sebagai suatu paradigma baru yang dapat dianut untuk mencapai kota yang berkelanjutan (Yunus H.S, 2005).
Prisma Pentagon adalah sebuah paradigma baru pembangunan untuk mencapai visi sustainable city yang memuat lima panduan kerja operasional, yaitu: a) socio-ware, b) org-ware, c) fin-ware, d) tcchno-ware, 5) eco-ware (Nijkamp, 1994). Kelima panduan kerja operasional ini saling terkait satu sama lain, yang kemudian digambarkan dalam bentuk segi lima atau disebut prisma pentagon seperti berikut ini:
Berikut ini dapat dibedakan antara karakteristik perancangan kota berupa neotradisional development, compac city, urban containment, dan eco-city, berdasarkan kepadatannya, tata ruang, kekompakannya, transportasi, rancangan sinar, dll dapat dilihat pada tabel berikut:
1) Panduan Socio-ware
Panduan kerja socio-ware merupakan perangkat kerja operasional yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan kultural. Dalam upayanya untuk mencapai visi sustainable city pengembangan faktor-faktor ekonomi dan sosio-kultural diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan ekonomi produktif, mengurangi kesenjangan penghasilan, mengurangi kesenjangan akses sumberdaya yang ada, serta menghambat lajunya proses degradasi kualitas kehidupan penduduk kota.
Beberapa hal yang mendukung kegiatan dalam perangkat khusus bidang sosio-kultural yang diasumsi dapat meningkatkan kualitas kehidupan kota adalah menyangkut bidang kesehatan dan pendidikan lingkungan yang meliputi:
· Tersedianya prasarana dan sarana pendidikan umum dan lingkungan yang memadai dan terjangkau oleh segala lapisan masyarakat.
· Upaya peningkatan kesadaran tentang kesehatan lingkungan.
· Peningkatan kampanye tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan
· Menciptakan jalinan komunikasi lingkungan antar individu, organisasi kemasyarakatan maupun institusi.
· Upaya pengelolaan limbah oleh masyarakat dan dibantu oleh pemerintah
· Melestarikan budaya setempat dengan kearifan lokal yang telah ada, dan mengadopsi aspek budaya lain yang bersifat positif.
· Membiasakan berfikir secara rasional dalam menyikapi globalisasi budaya dalam arti menjauhi perilaku negatif dan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan budaya ketimuran dan agama.
2) Panduan Org-ware
Panduan kerja perangkat organisasi yang meliputi dukungan perangkat dan lembaga dari pemerintah maupun masyarakat dalam pembangunan perkotaan. Ada tiga unsur yang harus diperhatikan agar organisasi dapat berjalan dengan baik, yaitu lembaga profesional yang mengatur, mekanisme kerja sistem administrasi yang baik, dan pelaksana yang kompeten.
3) Panduan Fin-ware
Adalah suatu perangkat kerja operasional yang menekankan pada urusan finansial (pendanaan). Suatu program kerja tidak akan bekerja secara efektif tanpa ada sumber keuangan yang jelas dan memadai dalam melaksanakan program-program yang telah dirumuskan. Perangkat ini mempunyai misi menciptakan sistem dukungan finansial dan ekonomi yang mampu menumbuh-kembagkan sumber pembiayaan untuk pembiayaan program pembangunan perkotaan yang telah disepakati secara berkesinambungan berdasarkan sistem perencanaan pembangunan nasional (UURI 25/2004).
4) Panduan Techno-ware
Perangkat teknologi menekankan pada adopsi dan aplikasi teknologi tepat guna yang sering disebut sebagai appropriate technology. Teknologi yang berkaitan dengan pengontrolan polusi, pengelolaan limbah cair dan padat, sanitasi, saluran drainase, pengaturan lalu lintas, bio-teknologi lingkungan dan kesehatan sangat dianjurkan untuk menjadi prioritas program yang akan dilaksanakan, khususnya di kota-kota besar.
5) Panduan Eco-ware
Khusus pada daerah perkotaan, khsusnya di Indonesia, masalah ecology (lingkungan hidup) merupakan masalah mendesak untuk dipecahkan. Sudah banyak upaya dilaksanakan ke arah ini, namun masih terlihat sebagai kegiatan sektoral, padahal permasalahan lingkungan merupakan hal yang bersifat multidimensional. Dengan pengertian bahwa banyak faktor penyebab munculnya masalah lingkungan dan dampak dari permasalahan lingkungan, juga meliputi berbagai aspek kehidupan. Kualitas lingkungan di kota mempunyai peranan penting terhadap kesehatan masyarakat dan hal ini terdapat keterkaitan langsung dengan sumberdaya manusia. Kualitas lingkungan hidup yang jelek akan memperburuk kesehatan masyarakat dan berdampak terhadap penurunan produktivitas kerja mereka.
Dalam jangka panjang keadaan ini akan melibatkan jumlah penduduk yang banyak sehingga pemikiran ke arah perbaikan kualitas lingkungan hidup di kota harus dilaksanakan dengan serius apabila visi kotanya tetap berupa sustainable city.
Dalam rangka perancangan kota yang terpadu dikenal ada dua macam paradigma pembangunan kota yang terdiri atas: urban oriented development paradigm (UOP), dan rurban oriented development paradigm (ROP) (Yunus H.S, 2005). Pemahaman paradigma perancangan kota tersebut dinilai sangat penting diketahui terutama oleh pihak penentu kebijakan pada tiap tingkatan atau tiap daerah agar dapat memilih paradigma pembangunan kota yang tepat.
a) Urban Oriented Paradigm (UOP)
UOP adalah suatu paradigma pengembangan kota dengan filosofi pembangunannya adalah city is just for urban residents atau city is just for the city itself. Kerangka berfikir tersebut dilandasi oleh banyaknya keberadaan lahan kosong baik di bagian dalam kota terlebih lagi di luar kota yang dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasikan struktur fisik kota yang baru. Menciptakan bentuk fisik kota secara spasial sangat leluasa atau tidak terkendala oleh berbagai permasalahan yang berarti seperti masalah sosial, kultural, ekonomi, dan politik.
Pada daerah pinggiran kota sebagian besar didominasi oleh lahan kosong, atau lahan yang tidak produktif, sehingga setiap usaha untuk membangun fungsi dan elemen kota yang baru sebagai bagian dari pengembangan kota dapat dilaksanakan setiap saat. Sejalan dengan dengan perkembangan kegiatan yang semakin meningkat, para pemerhati lingkungan melihat adanya gejala pengembangan spasial kota yang tidak positif. Yaitu kecenderungan terjadinya uncontrolled urban sprawl di daerah pinggiran kota. Terkait dengan lahan pertanian di daerah pinggiran kota, para pemerhati lingkungan mulai menghawatirkan terhadap proses tersebut yang menyebabkan pencaplokan lahan-lahan pertanian. Dalam paradigma ini menhharapkan agar para penentu kebijakan, pengambil keputusan dan pelaksana pembangunan kiranya dapat memperhatikan kelestarian alam nan hijau, dengan tatap memperhatikan berbagai aspirasi masyarakat dan saran-saran dari pihak akademisi. Dengan demikian maka pembangunan kota akan berangsur-angsur berubah dari paradigma pembangunan yang berorientasi pada kota menjadi paradigma pembangunan yang berorientasi pada daerah pinggiran kota yang terpadu dengan pusat kota.
Tujuan utamanya adalah untuk menghindari kepunahan sumberdaya, khususnya sumberdaya pertanian (hijau) yang kelewat batas sejak dini, dengan memperhatikan kepentingan generasi akan datang. Pada tahap selanjutnya akan dilakukan kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak-pihak yang berkompeten tentang manajemen pembangunan lingkungan yang berkelanjutan.
b) Rurban Oriented Paradigm (ROP)
ROP adalah suatu paradigma pengembangan kota dengan filosofi pembangunannya adalah the development of a city is not just for the city itself but also for the rural areas. Kerangka berfikir tersebut dilandasi oleh adanya suatu kenyataan bahwa kota yang bersangkutan dikelilingi oleh lahan pertanian yang produktif serta sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Dalam menentukan kebijaknan sosial suatu pembangunan kota, pemerintah kota harus bertindak ekstra hati-hati serta harus mengacu pada konsep sustainable development dengan kelima dimensinya. Pembangunan kota adalah merupakan bagian integral dari sistem pembangunan nasional yang tidak dapat diisolasi dari pembangunan sector lain, khususnya pembangunan di sector rural. Dalam system pembangunan nasional, pembangunan kota saling tergantung dengan pembangunan sekitarnya (desa), sehingga jika terjadi kekeliruan penentuan kebijakan pembangunan pada salah satu sektor tertentu, akan mengakibatkan dampak negative pada sektor lainnya.
Di samping itu pembangunan kota diharapkan tidak boleh hanya mementingkan kebutuhan daerahnya sendiri saja, akan tetapi harus selalu memperhatikan dimensi generasi disekitarnya, serta dimensi generasi yang akan datang. Sebagai contoh dapat dilihat dengan adanya paradigma pembangunan pada pertengahan abad ke-20 yang mengedepankan akan strategi pengembangan sektor industri tetapi melupakan sektor lainnya, termasuk pembangunan perdesaan. Pada saat itu akibat pada dominasi pembangunan di kawasan perkotaan utamanya pembangunan sektor industri pada pinggiran kota, akan berpengaruh pada terjadinya kesenjangan pembangunan antara perkotaan dan daerah perdesaan yang semakin melebar.
Akibatnya adalah semakin meningkatnya urbanisasi, dan migrasi yang besar-besaran oleh para masyarakat yang tidak siap tinggal di kota . Gejala kemiskinan di daerah perdesaan menjadi motivasi utama penduduk perdesaan berbondong-bondong datang ke kota untuk mengadu nasib. Dari sisi keruangan, terdapat kekurangan yang terjadi baik di kota maupun di perdesaan. Di satu sisi kota-kota cenderung berkembang secara tidak terkendali, tata ruang semrawut, semakin susahnya untuk mengendalikan perubahan fungsi lahan, serta ketidakmampuan membangun fasilitas permukiman yang memadai. Di sisi lain sektor perdesaan akan mengalami penyusutan sumberdaya pertanian yang mungkin telah terbangun selama ini. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, akan menjadi suatu ancaman terhadap ketahanan ekonomi nasional, serta ancaman kerusakan lingkungan perkotaan. ROP secara filsafat dilandasi oleh suatu konsep-konsep sebagai berikut: (Yunus, 2005)
a. Perkembangan kota tidak boleh hanya untuk keperluan kota itu sendiri.
b. Kehidupan kota tidak boleh terlepas dari kehidupan desa.
c. Bentuk kota itu tidak harus dalam bentuk bulat atau pola bujur sangkar.
d. Bentuk kota ideal tidak harus kompak memadat.
e. Pengertian kota ideal selalu mengacu pada lingkungan biotik, abiotik, dan sosio-kultural.
f. Pengembangan kota harus memperhatikan intra dimention dan inter dimention baik terkait dengan keberadaan generasi, maupun wilayah.
Baca Juga selengkapanya trip saya di kota-kota indonesia :
1. 12-tempat-yang-bisa-di-kunjungi-di-kota Balikpapan
2. trip-in-ternate-part-2
3. camping-di-pantai-jikomolamo-ternate
4. one-day-trip-in-manado-city
5. trip-one-day-in-ternate
6. 7-hal-yang-bisa-dilakukan-di-kota-weda
7. explore-weda-desa-nusliko (air terjun sigela)
8. my-job-di-kota-weda-kabupaten-halmahera Tengah
Comments
Post a Comment